Wednesday, October 25, 2006

Kayu Jati

Penduduk yang sangat luar biasa ramah,
dijemputnya kami ditengah pagi yang sebentar lagi terjamah mentari,
Beginikah yang seharusnya terjadi kawan,
ditengah hiruk pikuk pembauran,dan penghancuran,
tidurku malam tak nyenyak,

terbangun terus menerus dikala pikiran bermunculan,
terkhianati oleh keadaan yang seharusnya lebih baik menjadi akal2an,
Kawan mungkinkah memang org yang ku hadapi sekarang sama busuknya dengan keadaan.
waktuku berasa tidak banyak kawan di kehidupan ini,

waktuku kumanfaatkan dengan berbuat baik untuk kehidupan ini dan selanjutnya.
kalau sampai batasku kematian menjemput dan keadaan tidak sadarkan diri terjadi,
haruskah ku juga menangis meninggalkan keadaan yang tidak teringini.
kawan ternyata berpola pikir baik pun membuat banyak orang memanfaatkan keadaan yang ada,

kawan keadaan petinggi bisa melihat kebawah cukup baik dan menjalankan keadaan yang berada.
ingatlah wahai para bandit management hatiku ini bagaikan irisan kayu jati,

yang tidak akan lapuk termakan kehidupan hayati,
ingatlah wahai para penjilat management hak ku telah jelas terlantang di meja keadaan,

walau nafas ini membuat ku meringis disaat sinus mengais,
tetapi kasihku tidak akan membuat ingin menangis.
doaku selalu membuat mu lebih baik dari hari kehidupan menuju keadaan yang berpengasih.

Monday, October 16, 2006

Pelukkan Seorang Ibu


meratap nangis dalam pelukkan seorang ibu,
sama harunya seperti kita menanti turun nya hujan di padang pasir.
rasanya bersimbah dosa kita hidup,
rasanya tidak ada lagi kekebaikkan yang bisa kita perbuat.

Kawan,
haruskah kita menanti disaat sang Fajar da menyingsing lagi di ufuk timur?
haruskah kita terus berdoa disaat kemarau menghujan tanpa pamrih?

Kawan,
sampai kapan kita hanya menerima takdir yg selalu memungkiri diri kita sendiri?
sampai kapan kita membohongi diri kita sendiri dengan berkata kita menyembah dan takut hanya pada NYA?
sampai kapan kita menghamba juga pada sesama manusia?

Kawan,
Fitnah dan melepas nya bathin dari akal pikiran membawa kita pada bencana manusia terhebat dalam sejarahnya.

Monday, October 09, 2006

Taman Angrek


Wajah lapar menggilas.
Air liur bercampur peluh menderas.
Berbaris ribuan manusia mencari penyesuaian yang tergilas.
Hanya untuk melindungi kulit dari kedinginan dan kepanasan yang menyengat tak mampu membalas.

Anak NYA saling berbagi untuk membantu sesama peliharaan NYA.
Dorongan atas apa ini semua oleh NYA.
Tidak ada yang bisa membuat lebih baik kecuali diri NYA.
Kita dan mereka terlentang di tepi jalan tidak ada bedanya seiring kehidupan yang diciptakkanNYA.

Hanya melaksanakan amanah NYA untuk saling berbagi atas suka dan duka.
Dari yang memerah sampai dengan kepasrahan yang mendua.

Kawan,
Inilah kehidupan yang sejati,
kehidupan yang berbagi,
dari yang didapat atas apa yang diperoleh dengan wajar.
Bukan penyempurna kehidupan yang mengharuskan membagi.

Kawan,
apa yang diberikkan dari orang yang ter hina dan ter hormat adalah sama.
Tidak ada perbedaan sama sekali.
Yang ada hanya kata kesepakatan jiwa berkali kali.
Untuk saling mengasihi dan meng kasih ani satu sama ditepian kali.

Kawan,
apa yang dilakukkan oleh seorang terhina dalam pencarian akan melakukkan
hal yang sama.
tetapi yang membedakan adalah apa yang dilakukkan disaat menghadap pintu gerbang
kelahiran kembali.
Disaat dia harus memilih tanpa pilihan yang banyak berarti,
menjadi mahluk dengan empat atau dua kaki,
dengan keadaan yang ber peri kemanusian yang berhakiki.

Kawan,
jangan kau tangisi kehidupan ini,
kehidupan ini hanya bagian dari apa yang kita terima saat ini,
atas apa yang kita perbuat di masa yang telah berlalu hingga kini,

Kawan,
hawa dingin membawa kami kepada perenungan yang terindah,
payung sinar matahari mengingatkan akan pentingnya kebersamaan yang tertunda,
berbuatlah sesuatu untuk kami, dengan melontarkan senyum yang abadi,
untuk melihat masa depan yang lebih baik dari hari ini.

Sunday, October 01, 2006

Sudirman

Diantara keadaan yang ada,keadaan ter kuburlah yang tidak pernah bisa melihat,
Diantara kesulitan yang ada,
kesulitan ber nafaslah yang paling menyiksa,
Sesak di dada membawa kita ke arah tak sadarkan diri,
buta pengelihatan di mata membawa kita ke arah kegelapan diri,
lumpuh penopang badan membawa kita ke pemberhentian melangkah kan diri.

Mungkin ini yang bisa disamakan dengan peristiwa P(artai)K(arbitan)I(TNI)meletus,
Moment dimana tidak pernah terjadi tetapi teringat seolah terjadi,
Traumatis dan keketakutan membuat diri kita tidak pernah melangkah kedepan,
Pemusatan akan bungkusan penampilan membawa kita ke arah mengutamakan kepentingan pribadi.

Siapakah yang diuntungkan saat seperti kegilaan akan ketakutan masa lalu?
Lagi lagi pihat berwajib (wajib melindungi, wajib memegang bedil, wajib memelihara peluru).

Disaat mata bathin ini melihat kedalam diri mereka berjubah indah hijau daun,
Mereka juga bagian dari manusia,
Mereka butuh kehidupan yang layak yang bisa mengimbangi pengabdian pada manusia yang menghidupi mereka,

Harus bagaimana seharusnya terbentuk?
Harus bagaimana harusnya tersurat?
Harus bagaimana harusnya termakmurkan?

Kening tercipta tanpa rambut yang menumbuhi diri,
Kening menjadi lapangan bola di diri badan yang paling luas dan paling datar,
Apa itu juga menjadi sasaran bedil yang mengingkari pemikiran yang dilindunginya?

Keketakutan masa indah akan kembali tertuang menjadi arah yang tidak pernah tertinggalkan,
Itulah sifat manusia, selalu berusaha mempertahankan yang ada,
Selalu membinasakan yang ada,
Selalu berusaha membuat segalanya menjadi kekal (seperti disurga dan neraka),
Ingatkah kita ini hanya bagian dari kumpulan penyakit dan kelapukan yang berlaku!

O manusia berjubah ... bantu kami ... kembalikan kepercayaan kami untuk membentuk angkatan bersenjata yang melindungi kami dari kembali nya penjajahan kulit putih.
Bukan malah kami yang kau jajah.

O Djendral Soedirman ... , monument kamu begitu indah terpampang di depan jalan sudirman DKI Jakarta.
Tanganmu tegap menghormat gaya militer tempo doeloe dan sekarang.
Lihat anak - anakmu sekarang ini...
Mencari dana dengan mengacungkan pangkat dan senjata ke muka kami,
ya kami yang kakek buyut kami memanggul kamu disaat kamu berperang,
membuatkan kamu tandu untuk menutupi kekurangan mu dalam perjalanan sejarah.